Rabu, 11 Juni 2014

nahwu maushul



MAKALAH NAHWU
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Nahwu
โ€œISIM-ISIM MAUSHULโ€
Dosen pengampu:
Tamim Mullah, M. Pd

Oleh:
Khothibatul Ummah               (13310115)
Amalia Syarifah                      (13310117)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2014




 

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil aโ€™lamin adalah kata yang paling pertama kami ucapkan karena dengan-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini dan karena-Nya lah kami masih diberi kesehatan dan kemampuan untuk  semua ini.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada ustadz Tamim Mullah sebagai dosen pengampu mata kuliah nahwu dan yang telah mengajarkan ilmunya kepada kami.
Ucapan maaf juga kami sampaikan kepada semuanya pembaca apabila dalam makalah ini terdapat kesalahan ataupun kekurangan dalam keterangan ataupun penjelasan, karena kami masih dalam tahapbelajar dana kami juga mengahrapakan saran dari teman-teman dan juga pembaca semuanya.
 Damikian dari kami semoga bermanfaat bagi semuanya di sunia dan si akhirat. Amin-amin-amin.


Malang, 10 Juni 2014



Penulis




DAFTAR ISI
COVER___________________________________________________           1         
KATA PENGANTAR________________________________________           2         
DAFATAR ISI_____________________________________________             3
PENDAHULUAN_________________________________________               4         
1.1.Latar Belakang__________________________________________              4         
1.2. Rumusan Masalah_______________________________________              4         
1.3.Tujuan_________________________________________________             4         
PEMBAHASAN_____________________________________________          5         
2.1. Pengertian isim maushul__________________________________              5
2.2. Pembagian isim maushul_________________________________                5
PENUTUP______________________________________________                11       
3.1. Kesimpulan____________________________________________              11       
DAFTAR PUSTAKA_________________________________________         12       







BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Nahwu merupakan ayah dari bahasa arab, karena nahwu adalah ilmu yang mempelajari tentang cara membaca tulisan arab serta kedudukannya. Didalam ilmu nahwu terdapat banyak pembahasan yang antara lain yaitu isim-isim maushul. Isim maushul dalam nahwu seperti halnya kata sambung dalam bahasa Indonesia atau conjunction dalam bahasa inggris yang berguna untuk menyambungkan kata sebelumnya dengan kata sesudahnya. Oleh karena itu kami akan membahas sedeikit tentang isim maushul dan semi=oga bermanfaat.
1.2.Rumusan Masalah
1.      Apa itu isim maushul?
2.      Ada berapakah pembagian isim maushul?
3.      Apakah syarat-syarat dari isim maushul?

1.3.Tujuan
1.      Mengetahui  isim maushul
2.      Mengetahuia pembagian isim maushul
3.      Mengetahui syarat-syarat dari isim maushul dalam suatu kalimat


BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Isim Maushul
Isim maushul adalah isim yang menunjukkan atas sesuatu yang sudah ditentukan dengan perantara jumlah yang disebutkan sesudahnya. Dan jumlah ini disebut dengan jumlah (shilah maushul).
    2.2.Pembagian Isim Maushul Beserta Syarat-Syaratnya
Isim maushul di bagi menjadi dua, yaitu:
1.      Isim maushul khas
2.      Isim maushul musytarak.

1.      ISIM MAUSHUL KHAS
Isim maushul khas adalah isim maushul yang khusus untuk mufrad, jamaโ€™, mudzakkar, muannast, sekiranya pengucapan, Yaitu:
No
Isim maushul
untuk
Contoh
1
ุงู„ุฐูŠ
Mufrad mudzakkar
ุงู„ู’ุญูŽู…ู’ุฏู ู„ูู„ู‘ู‡ู ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู ุฃูŽู†ู’ุฒูŽู„ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุนูŽุจู’ุฏูู‡ู ุงู’ู„ูƒูุชูŽุงุจูŽ
2
ุงู„ุฐุงู†
Musanna mudzakkar (rafaโ€™)
ูˆูŽุงู„ู‘ูŽู„ุฐูŽุงู†ู ูŠูŽุฃู’ุชููŠูŽู†ูู‡ูŽุง ู…ูู†ู’ูƒูู…ู’
ุงู„ุฐูŠู†
----------------------(nashab)
ุฑูŽุจู‘ู†ูŽุง ุฃูŽุฑูู†ูŽุง ุงู„ู‘ู„ูŽุฐูŽูŠู’ู†ู ุฃูŽุถูŽู„ู‘ูŽุงู†ู‘
3
ุงู„ุฐูŠู†
Jamaโ€™ mudzakkar
ุงูŽู„ู‘ุฐููŠู’ู†ูŽ ูŠูู†ู’ููู‚ููˆู’ู†ูŽ ูููŠ ุงู„ุณู‘ูŽุฑู‘ุงุกู ูˆูŽุงู„ุถู‘ุฑู‘ุงุกู
4
ุงู„ุชูŠ
Mufrad muannast
ูˆูŽุงุชู‘ู‚ููˆุง ุงู„ู†ู‘ูŽุงุฑูŽ ุงู„ู‘ูŽุชููŠ ุฃูุนูุฏู‘ูŽุชู’ ู„ูู„ู’ูƒูŽุงููุฑููŠู’ู†ูŽ
5

ุงู„ู„ุชุงู†
Musanna muannast (rafaโ€™)
ุฌูŽุงุกูŽุชู’ ุงู„ู‘ูŽู„ุชูŽุงู†ู ุชู†ุธูุงู† ุงู„ุจูŠุช
ุงู„ู„ุชูŠู†
---------------------(nashab)
ูƒุงูุฃุช ุงู„ู„ุชูŠู† ุชููˆู‚ุชุง
6

ุงู„ู„ุงุชูŠ
Jamaโ€™ muannast

ูˆุงู„ู„ุงุชูŠ ุชุฎุงููˆู† ู†ุดูˆุฒู‡ู†
ุงู„ู„ูˆุงุชูŠ

ุงู„ู„ุงุฆูŠ

10
ุงู„ุฃู„ู‰
Jamaโ€™ muthlaq
ูŠูู„ุญ ุงู„ุฃู„ู‰ ูŠุฌุชู‡ุฏูˆู†, ุชูู„ุญ ุงู„ุฃู„ู‰ ุชุฌุชู‡ุฏู†
Diperbolehkan mentasydid nun musannanya ุงู„ุฐูŠ ูˆ ุงู„ุชูŠ, baik dalam kedaan rafaโ€™ ataupun nasahab. Seperti membaca ุงู„ุฐุงู†ู‘, ุงู„ุฐูŠู†ู‘.
Lafadh ุงู„ุฃู„ู‰ kebanyakan digunakan pada jamaโ€™ mudzakar yang berakal, dan terkadang juga digunakan untuk jamaโ€™ mudzakar yang tidak berakal, seperti syair:
ูˆุชุจู„ู‰ ุงู„ุฃู„ู‰ ูŠุณุชู„ุฆู…ูˆู† ุนู„ู‰ ุงู„ุงู„ู‰   ุชุฑุงู‡ู† ูŠูˆู… ุงู„ุฑุงูˆุน ูƒุงู„ุญุฏุฅุงู„ู‚ุจู„
     Dan juga terkadang digunakan untuk jamaโ€™ muannast, seperti contoh syaโ€™ir:
ู…ุญุงุญุจู‡ุง ุญุจ ุงู„ุฃู„ู‰ ูƒู† ู‚ุจู„ู‡ุง      ูˆุญู„ุช ู…ูƒุงู†ุง ู„ู…ูŠูƒู† ุญู„ ู…ู† ู‚ุจู„
2.      ISIM MAUSHUL MUSYTARAK
Isim-isim maushul musytarak adalah isim maushul yang boleh digunakan untuk mufrad, tasniyah, jamaโ€™, muannast, mudzakkar, baik yang berakal ataupun yang tidak berakal. Isim-isim maushul musytarak ada lima, yaitu:
No
Isim maushul
untuk
Contoh
1
ู…ุง
berakal
ู…ูŽุง ุนูู†ู’ุฏูŽูƒูู…ู’ ูŠู†ูุฐ ูˆูŽู…ูŽุง ุนูู†ู’ุฏูŽ ุงู„ู„ู‡ู ุจูŽุงู‚ู
2
ู…ู†
tidak berakal
ูˆูŽุงู„ู„ูู‡ ูŠูุคู’ุชููŠู’ ู…ูู„ู’ูƒูŽู‡ู ู…ูŽู†ู’ ูŠูŽุดูŽุงุก (ุงู„ุจู‚ุฑุฉ:247)
3


ุฐุง
Berakal dan tidak berakal
ู…ูŽุงุฐูŽุง ุนูู†ู’ุฏูŽูƒูŽ (ุนุงู‚ู„)
ู…ูŽู†ู’ ุฐูŽุง ุนูู†ู’ุฏูŽูƒูŽ (ุบูŠุฑ ุนุงู‚ู„)

4
ุฃูŠ
---------------------
ูŠูู’ู„ูŽุญู ุฃูŽูŠู‘ู ู…ูุฌู’ุชูŽู‡ูุฏูŒ, ูˆูŽุฃูŽูƒู’ุฑูŽู…ู’ุชู ุฃูŽูŠู‘ูŽุง ู‡ููŠูŽ ู…ูุฌู’ุชูŽู‡ูุฏูŽุฉูŒ
5
ุฐูˆ
----------------------
ุฌูŽุงุกูŽ ุฐููˆู’ ุงุฌู’ุชูู‡ูŽุฏูŽ, ูˆูŽุฐููˆู’ ุงุฌู’ุชูŽู‡ูŽุฏูŽุชู’

ู…ู† ูˆู…ุง ุงู„ู…ูˆูˆุตูˆู„ุฉ
Lafadh ู…ู† terkadang digunakan untuk hal yang tidak berakal dalam tiga hal, yaitu:
1.      Apabila  lafadh yang tidak berakal menempati hal yang berakal, seperti contoh:
ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ุฃูŽุถูŽู„ู‘ู ู…ูู…ู‘ูŽู†ู’ ูŠูŽุฏู’ุนููˆู’ุง ู…ูู†ู’ ุฏููˆู’ู†ู ุงู„ู„ู‡ู ู…ูŽู†ู’ ู„ูŽุง ูŠูŽุณู’ุชูŽุฌููŠู’ุจู ู„ูŽู‡ู ุฅูู„ูŽู‰ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู’ู„ู‚ููŠูŽู…ูŽุฉู (ุงู„ุฃุญู‚ุงู: 5)
2.      Apabila lafadh yang berakal dan yang tidak berakal menjadi satu dan dalam stu hokum, seperti contoh:
ุฃูŽููŽู…ูŽู†ู’ ูŠูŽุฎู’ู„ูู‚ู ูƒูŽู…ูŽู†ู’ ู„ูŽุง ูŠูŽุฎู’ู„ูู‚ู( ุงู„ู†ุญู„: 17)
ุฃูŽู„ูŽู…ู’ ุชูŽุฑูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‡ูŽ ูŠูŽุณู’ุฌูุฏู ู„ูŽู‡ู ู…ูŽู†ู’ ูููŠ ุงู„ุณู‘ูŽู…ุงูˆูŽุงุชู ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ูููŠ ุงู’ู„ุฃูŽุฑู’ุถู ( ุงู„ุญุฌ: 18)
3.      Apabila lafadh yang berakal dan lafadh yang tidak berakal yang umumnya dipisah dengan lafadh min seperti lafadh:
ูˆูŽุงู„ู„ู‡ู ุฎูŽู„ูŽู‚ูŽ ูƒูู„ู‘ูŽ ุฏูŽุงุจู‘ุฉู ู…ูู†ู’ ู…ูŽุงุกู ููŽู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ูŠูŽู…ู’ุดูู‰ ุนูŽู„ูŽู‰ ุจูŽุทู’ู†ูู‡ู ูˆูŽู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ูŠูŽู…ู’ุดูู‰ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฑูุฌู’ู„ูŽูŠู’ู†ู ูˆูŽู…ูู†ู’ู‡ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ูŠูŽู…ู’ุดูู‰ ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽุฑู’ุจูŽุนู( ุงู„ู†ูˆุฑ:45)
Dan terkadang lafadh ู…ุง digunakan untuk lafadh yang berakal, seperti contoh:
ููŽุงู†ู’ูƒูุญููˆู’ุง ู…ูŽุง ุทูŽุงุจูŽ ู„ูŽูƒูู…ู’ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู‘ูู†ุณูŽุงุกู (ุงู„ู†ุณุงุก:3)
Dan lafadh ู…ุง  juga banyak digunakan untuk lafadh yang berakal, jika lafadh yang tidak berakal dan lafadh yang berakal bersamaan dan dalam satu hukum, seperti contoh:
ูŠูุณูŽุจู‘ูุญู ู„ูู„ู‘ู‡ู ู…ูŽุง ูููŠ ุงู„ุณู‘ูŽู…ุงูŽูˆูŽุงุชู ูˆูŽู…ูŽุง ูููŠ ุงู’ู„ุฃูŽุฑู’ุถู ( ุงู„ุฌู…ุนุฉ: 1)
ุฐุง ุงู„ู…ูˆุตูˆู„ุฉ
ุฐุง menjadi isim maushul harus memenuhi tiga syarat, yaitu:
1.      Di dahului dengan ู…ุง dan  ู…ู†maushulah , contoh:
ู…ูŽู†ู’ ุฐูŽุง ุนูู†ู’ุฏูŽูƒูŽ, ู…ูŽุงุฐูŽุง ุนูู†ู’ุฏูŽูƒูŽ
2.      Lafadh ุฐุง  tidak dimaksudkan untuk isyarah
ู…ูŽู†ู’ ุฐูŽุง ุงู’ู„ู‚ุงูŽุฆูู…ู ู„ุง ูŠุฑุฏ ุจุฅุดุงุฑุฉุŒ ูุฅู† ุฃุฑูŠุฏ ุจู‡ุง ุงู„ุฅุดุงุฑุฉ ูู‡ูŠ ุงุณู… ุงู„ุฅุดุงุฑุฉ ุฃู‰ ู…ูŽู†ู’ ู‡ูŽุฐูŽ ุงู’ู„ู‚ูŽุงุฆูู…ู
3.      Dan tidak menjadikan lafadz ู…ุง dan ู…ู† dalam satu kalimat.
ู„ู…ูุงูŽุฐูŽุง ุฃูŽุชูŽูŠู’ุชูŽ ุŒ ู„ู…ุง ูˆุฐุง ู„ุง ูŠุฑุงุฏ ุจูƒู„ู…ุฉ ูˆุงุญุฏุฉุŒ ูุฅู† ุงุฑูŠุฏ ุจูƒู„ู…ุฉ ูˆุงุญุฏุฉ ูู‡ูŠ ุงู„ุฅุณุชูู‡ุงู… ุฃูŽู‰ู’ ู„ูู…ูŽ ุฃูŽุชูŽูŠู’ุชูŽุŸ
ุฃูŠ ุงู„ู…ูˆุตูˆู„ุฉ
ุฃูŠ ุงู„ู…ูˆุตูˆู„ุฉ digunakan untuk mufrad, tasniyah, jamaโ€™, mudzakar, muannast, berakal, danjuga tidak berakal.
ุฃูŠ ุงู„ู…ูˆุตูˆู„ุฉ mempunyai 4 keadaan, yaitu:
1.      ุฃูŠ dimudlofkan dan juga disebutkan shodar shilahnya, keadaan seperti ini diiโ€™rabi sesuai dengan kedudukannya, contoh:

2.      ุฃูŠ tidak dimudlofkan dan juga tidak disebutkan shodar shilahnya, keadaan seperti ini diiโ€™rabi sesuai dengan kedudukannya, contoh:
3.      ุฃูŠ tidak dimudlofkan dan disebutkan shodar shilahnya, keadaan seperti ini diiโ€™rabi sesuai dengan kedudukannya, contoh:
4.      ุฃูŠ dimudlofkan dan dibuang shodar shilahnya, keadaan seperti ini dimabnikan dlummah dalam keadaan apapun, contoh:
ุฐูˆ ุงู„ู…ูˆุตูˆู„ุฉ
ุฐูˆุงู„ู…ูˆุตูˆู„ุฉ          juga digunakan untuk lafadz-lafadz yang mufrad, tasniyah, jamaโ€™, mudzakkar dan juga muannast, baik yang berakal maupun tidak berakal. ุฐูˆ ini disebut juga dengan ุฐูˆ ุทุงุฆูŠุฉ  lughot arab, seperti contoh:
ุฌูŽุงุกูŽ ุฐููˆู’ ุงุฌู’ุชูŽู‡ูŽุฏูŽุŒ ูˆูŽุฐููˆุงุฌู’ุชูŽู‡ูŽุฏูŽุชู’ุŒ ูˆูŽุฐููˆ ุงุฌู’ุชูŽู‡ูŽุฏูŽุงุŒ ูˆูŽุฐููˆุงุฌู’ุชูŽู‡ูŽุฏููˆู’ุงุŒ ูˆูŽุฐููˆุงุฌู’ุชูŽู‡ูŽุฏู’ู†ูŽ.

ุตู„ุฉ ุงู„ู…ูˆุตูˆู„
dalam penggunaan isim maushul dibutuhkan Shilah dan Aโ€™id.
Shilah adalah jumlah yang menyempurnakan makna yang terletak setelah isim maushul, jumlah ini disebut dengan shilah maushul, contoh:
ุฌูŽุงุกูŽ ุงู‘ูŽู„ุฐููŠู’ ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู…ู’ุชูู‡ู, ุฌูŽุงุกูŽ ุงู„ุฑู‘ูŽุฌูู„ูŽุงู†ู ุงูŽู„ู‘ูŽุฐูŽุงู†ู ู‚ูŽุงุฆูู…ูŽุงู†ู
Aโ€™id adalah dlomir yang kembali pada isim maushul yang mencakup jumlah ini, contoh:
ู‚ูŽุงู…ูŽุชู’ ุงู„ู‘ูŽุชููŠู’ ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู…ู’ุชูู‡ูŽุง, ุชูŽุนูŽู„ู‘ูŽู…ู’ ู…ูŽุง ูŠูŽู†ู’ููŽุนููƒูŽ
Syarat dari shilah dan aโ€™id pada isim maushul khas adalah aโ€™id atau dlomir itu harus sesuai dengan isim maushulnya, contoh:
ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู…ูŽ ุงู‘ู„ูŽุฐููŠู’ ู‚ูŽุงู…ูŽุŒ ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู…ูŽ ุงู‘ู„ูŽุชููŠู’ ู‚ูŽุงู…ูŽุชู’ุŒ ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู…ูŽ ุงู‘ูŽู„ุฐูŽุงู†ู/ ุงู‘ู„ูŽู„ุชูŽุงู†ู ู‚ูŽุงู…ูŽุชูŽุง, ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู…ูŽ ุงู‘ูŽู„ุฐููŠู’ู†ูŽ ู‚ูŽุงู…ููˆู’ุงุŒ ุฃูŽูƒู’ุฑูŽู…ูŽ ุงู‘ู„ูŽู„ุงุชููŠู’ ู‚ูู…ู’ู†ูŽ.
adapun Shilah dan Aโ€™id isim maushul musytarak itu adad dua wajah atau dua bacaan, yaitu:
1)      Menjaga makna, contoh:
ูƒูŽุฑู‘ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ู‡ูŽุฐู‘ูŽุจูŽูƒูŽ ู„ู„ุฌู…ูŠุน
2)      Menjaga lafadz, contoh:
ูƒูŽุฑู‘ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ู‡ูŽุฐู‘ูŽุจูŽูƒูŽุŒ ูƒูŽุฑู‘ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ู‡ูŽุฐู‘ูŽุจูŽุงูƒูŽุŒ ูƒูŽุฑู‘ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ู‡ูŽุฐู‘ูŽ ุจูŽุชูŽุงูƒูŽุŒ ูƒูŽุฑู‘ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ู‡ูŽุฐู‘ูŽุจููˆู’ูƒูุŒ ูƒูŽุฑู‘ูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ู‡ูŽุฐู‘ูŽุจูŽู†ูŽูƒูŽ.


Mahal atau kedudukan isim maushul dalam iโ€™rob itu tergantung pada kedudukannya, yaitu:
1.      Terkadang mahalnya mahal rafaโ€™, dalam hal ini isim maushul bisa menjadi salah satu isim yang dibaca rafaโ€™ (faโ€™il, naibul faโ€™il, mubtadaโ€™, khobar, isim kana, khobar inna, dan tabiโ€™ lil marfuโ€™) :                                  ู‚ูŽุฏู’ ุฃูŽูู’ู„ูŽุญูŽ ู…ูŽู†ู’ ุชูŽุฒูŽูƒู‘ูŽู‰
2.      Terkadang mahalnya mahal nasahab, contoh:  ุฃูŽุญู’ุจูุจู’ ู…ูŽู†ู’ ูŠูุญูุจู‘ู ุงู’ู„ุฎูŽูŠู’ุฑูŽ
3.      Terkadang mahalnya mahal jer, contoh: ุฌูุฏู’ ุจูู…ูŽุง ุชูŽุฌูุฏู’
Disyaratkan pada shilahnya maushul itu berupa jumlah khobariyyah yang mencakup pada dlomir bariz ataupun dlomir mustatir yang kembali pada maushul atau aโ€™id. jumlah khobariyyah adalah lafadh yang belum tentu kebenaran atau kesalahannya. Contoh dlomir bariz:             ู„ูŽุง ุชูุนูŽุงุดูุฑูŽ ุงู‘ูŽู„ุฐููŠู’ู†ูŽ ูŠูุญูŽุณู‘ูู†ููˆู’ู†ูŽ ู„ูŽูƒูŽ ุงู’ู„ู…ูู†ู’ูƒูŽุฑูŽ                                                       
Contoh dlomir mustatir:ุตูŽุงุญูุจู’ ู…ูŽู†ู’ ูŠูŽุฏูู„ู‘ููƒูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู’ู„ุฎูŽูŠู’ุฑู                             
ููˆุงุฆุฏ ุซู„ุงุซ
1.      Shilah maushul wajib terletak setelah isim maushul, dan tidak boleh ada yang mendahuluinya, begit juga mandahulukan sesuatu untuk , seperti contoh:
ุงู’ู„ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ ุงู‘ูŽู„ุฐููŠู’ู†ูŽ ุงุฌู’ุชูŽู‡ูŽุฏููˆู’ุง ูŠููƒู’ุฑูŽู…ููˆู’ู†ูŽ ุบูŽุฏู‹ุงุŒ ุจูŽู„ู’ ูŠูู‚ูŽุงู„ู ุงูŽู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ุงุฌู’ุชูŽู‡ูŽุฏููˆู’ุงุงู’ู„ูŠูŽูˆู’ู…ูŽ
2.      Shilah maushul berupa dlorof atau jar majrur seperti contoh:
ุฃูŽูƒู’ุฑูู…ู’ ู…ูŽู†ู’ ุนูู†ู’ุฏูŽู‡ู ุฃูŽุฏูุจูŒุŒ ูˆูŽุฃูŽุญู’ุณูู†ู’ ุฅูู„ูŽู‰ ู…ูŽู†ู’ ูููŠ ุฏูŽุงุฑู ุงู’ู„ุนูุฌู’ุฒูŽุฉู.
3.      Diperbolehkan membuang dlomir atau aโ€™id yang kembali pada isim maushul, yang apabila tidak dibuang menyebabkan iltibas atau sama dengan lafadz lain, contoh:
ููŽุงู‚ู’ุถู ู…ูŽุง ุฃูŽู†ู’ุชูŽ ู‚ูŽุงุถู ุฃูŠ ู‚ูŽุงุถููŠู’ู‡ูุŒ ู…ูŽุงุฃูŽู†ูŽุง ุงู‘ูŽู„ุฐููŠู’ ู‚ูŽุงุฆูู„ูŒ ู„ูŽูƒูŽ ุณูŽูˆูŽุง ุกูŒ ุฃูŠ ุจูุงู‘ูŽู„ุฐููŠู’ ู‡ููˆูŽ ู‚ูŽุงุฆูู„ูŒ

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Isim maushul adalah isim yang menunujukkan atas sesuatu yang sudah ditentukan dengan perantaraan jumlah yang disebutkan sesudahnya. Dalam bahasa Indonesia bisa juga disebut dengan kata sambung atau dalam bahasa inggris disebut juga dengan conjunction.
Isim maushul dibagi menjadi dua, yaitu isim maushul khas dan isim maushul musytarak.
Isim maushul khas adalah isim maushul yang khusus untuk satu lafadz saja seperti:
ุงู„ุฐูŠ, ุงู„ุฐุงู†, ุงู„ุฐูŠู†, ุงู„ุฐููŠู’ู†ูŽ, ุงู„ุชูŠ, ุงู„ู„ุชุงู†,ุงู„ู„ุชูŠู†, ุงู„ู„ุงุชูŠ, ุงู„ู„ูˆุงุชูŠ, ุงู„ู„ุงุฆูŠ, ูˆุงู„ุฃู„ู‰
Isim maushul musytarak adalah isim-isim maushul yang dapat digunakan untuk semua lafadz, yakni boleh mufrad, tasniyah, jamaโ€™, mudzakkar, muannast, baik yang berakal ataupun yang tidak berakal, seperti  lafadaz:ู…ู†, ู…ุง, ุฐุง, ุฐูˆ, ุฃูŠ,
            Isim maushul membutuhkan shilah dan aโ€™id.
Shilah adalah jumlah yang jatuh setelah isim maushul.
Aโ€™id adalah dlomir yang kembali pada isim maushul.





DAFTAR PUSTAKA
1.      Al-Ghalayyin, Mustofa. 1886. Jamiโ€™ud durus juz 1. Hal 98-106.
2.      Ibnu Aqil syarah Alfiyyah bab ismil maushul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar